Asal Alam Semesta
Studi tentang sifat, evolusi, dan asal alam semesta (universe) disebut Kosmologi. Kesimpulannya masih mengandung ketidakpastian tetapi teori Big Bang (Dentuman besar) atau teori bola api purba (Primeval Fireball) yang dikemukakan disini, menunjukkan kemufakatan yang masih disepakati di antara para ahli astronomi. Gagasan ini pertama kali ditemukan oleh ahli Astronomi Belgia "Abbe Georges Lemaitre" dalam tahun 1927 dan seperti ahli yang lain menyatakan bahwa teori ini dapat berubah bahkan gugur kalau ada fakta , kejelasan, dan bukti lebih lanjut.
MODEL BIG BANG: Gagasan Big Bang didasarkan pada alam semesta yang berasal dari keadaan panas dan padat yang mengalami ledakan dasyat dan mengembang. Semua galaksi di alam semesta akan memuai dan menjauhi pusat ledakan. Pada model Big bang, alam semesta berasal dari ledakan sebuah konsentrasi tunggal beberapa 10 Milyar tahun yang lalu yang secara terus menerus berekspansi sehingga pada keadaan yang lebih dingin (pergeseran merah galaksi) seperti sekarang. Beberapa helium yang ditemui dalam bintang sekarang kemungkinan berasal dari reaksi nuklir dalam bola api kosmik yang padat. George Gamov (fisikawan) mengkaji model alam semesta ini dan menghitung ledakan yang menghasilkan sejumlah letupan besar foton-foton. Ia memprediksi foton ini, tergeser merah oleh ekspnasi alam semesta yang diamati sekarang sebagai foton-foton gelombang radio dan temperature 3K merupakan penjelasan yang baik sebagai radiasi latar (background radiation) yang ditemukan oleh Arno Penzias dan Robert Wilson di Amerika tahun 1965.
Radiasi latar gelombang Mikro dari berbagai arah diantarriksa juga diukur oleh para ilmuwan lain yang memperoleh 2.9 K yaitu temperatur terendah yang mungkin terjadi radiasi termal suatu benda. Fakta menunjukkan bahwa alam semesta mengembang pada kecepatan yang meningkat dengan jarak. Karena cahaya galaksi yang lebih jauh tergeser merah lebih besar maka ia terlihat pada bumi kurang energik daripada ia tidak tergeser merah (foton merah kurang energik daripada foton biru). Dengan memakai konstanta Huble 100 km/s per megaparsek, diperoleh bahwa pada jarak 3000 megaparsek, kecepatan resesi (pergeseran merah) adalah tiga ratus ribu km/s, sama dengan kecepatan cahaya. Jadi galaksi yang berjarak lebih dari 3000 megaparsek (horizon alam semesta yang dapat diamati) tidak pernah terlihat.
Galaksi mengandung hidrogen sekitar tiga kali lebih banyak daripada helium. Pengamatan ini dapat dijelaskan sebagai akibat pendidnginan alam semesta setelah dentuman besar. Di atas temperature 10 Milyar derajat, netron dan proton terlepas bebas dari intinya. Begitu alam semesta mendingin, netron dan proton bergabung membentuk inti helium pada 10 Milyar derajat, menyisakkan kelebihan proton sebagai inti hidrogen. Karena terdapat 14 proton untuk setiap 2 netron sebelum inti atom dibentuk, maka setiap inti helium menangkap 2 proton dan 2 netron, menyisakkan kelebihan 12 proton sebagai inti hidrogen, bersesuaian dengan rasio massa hidrogen terhadap helium sebesar tiga berbanding satu.
MODEL KEADAAN TUNAK: Meskipun model Big bang merupakan hipotesis yang paling mungkin dalam mendiskusikan asal usul alam semesta, tetapi teori lain juga telah diusulkan misalnya teori keadaan tunak (Steady State theory). yang diusulkan oleh H. Bondi, T. Gold, dan F. Hoyle dari Universitas cambridge. Menurut teori ini, alam semesta tidak ada awalnya dan tidak akan berakhir. Alam semesta selalu terlihat tetap seperti sekarang. Materi secara terus menurus datang berbentuk atom-atom hidrogen dalam angkasa (space) yang membentuk galaksi baru dan mengganti galaksi lama yang bergerak menjauhi kita dalam ekspansinya.
Dalam Model keadaan tunak, tidak ada bola api kosmik, karena radiasi latar bukan temperatur 3K. Jika identifikasi radiasi ini benar, maka hipotesa keadaan tunak adalah salah. Tetapi jika diperoleh penjelasan lain untuk radiasi 3K maka seluruh persoalan dapat dibangkitkan kembali. Selama tahun 1960 an, dari astronomi radio jelas terkesan bahwa densitas ruang galaksi mengemisikan radio lebih jauh jaraknya pada masa lalu daripada masa sekarang. Tampaknya gagasan ini berbeda bahwa alam semesta selalu sama dan rupanya menyimpang dari model Keadaan Tunak.
MODEL OSILASI: Teori Osilasi menduga bahwa alam semesta tidak ada awal dan tidak ada akhirnya. Dalam model Osilasi dikemukakan bahwa sekarang alam semesta tidak konstan, berekspansi yang dimulai dari dentuman besar (Big Bang), kemudian beberapa waktu yang akan datang gravitasi mengatasi efek ekspansi ini sehingga alam semesta mulai mengempis (collapse), akhirnya mencapai titik koalisensi asal dimana temperature dan tekanan tinggi akan memecahkan semua materi kedalam partikel elementer sehingga terjadi dentuman besar baru dan ekspansi mulai lagi.
Alam semesta mungkin telah memulai dalam sebuah dentuman besar (Big Bang), atau mungkin berada dalam keadaan tetap atau dalam keadaan berosilasi. Dalam setiap kasus, alam semesta sekarang ditandai dengan proses ekspansi dan dipenuhi oleh radiasi yang mirip dengan radiasi yang diperkirakan Big Bang. Jarak yang besar diantara galaksi membuat alam semesta hampir kosong, densitas materi di alam semesta secara rata-rata adalah 10-30 gram per centimeter kubik atau dapat dikatakan bahwa alam semesta ditempati satu hidrogen untuk 1.7 meter kubik
Galaksi mengandung hidrogen sekitar tiga kali lebih banyak daripada helium. Pengamatan ini dapat dijelaskan sebagai akibat pendidnginan alam semesta setelah dentuman besar. Di atas temperature 10 Milyar derajat, netron dan proton terlepas bebas dari intinya. Begitu alam semesta mendingin, netron dan proton bergabung membentuk inti helium pada 10 Milyar derajat, menyisakkan kelebihan proton sebagai inti hidrogen. Karena terdapat 14 proton untuk setiap 2 netron sebelum inti atom dibentuk, maka setiap inti helium menangkap 2 proton dan 2 netron, menyisakkan kelebihan 12 proton sebagai inti hidrogen, bersesuaian dengan rasio massa hidrogen terhadap helium sebesar tiga berbanding satu.
MODEL KEADAAN TUNAK: Meskipun model Big bang merupakan hipotesis yang paling mungkin dalam mendiskusikan asal usul alam semesta, tetapi teori lain juga telah diusulkan misalnya teori keadaan tunak (Steady State theory). yang diusulkan oleh H. Bondi, T. Gold, dan F. Hoyle dari Universitas cambridge. Menurut teori ini, alam semesta tidak ada awalnya dan tidak akan berakhir. Alam semesta selalu terlihat tetap seperti sekarang. Materi secara terus menurus datang berbentuk atom-atom hidrogen dalam angkasa (space) yang membentuk galaksi baru dan mengganti galaksi lama yang bergerak menjauhi kita dalam ekspansinya.
Dalam Model keadaan tunak, tidak ada bola api kosmik, karena radiasi latar bukan temperatur 3K. Jika identifikasi radiasi ini benar, maka hipotesa keadaan tunak adalah salah. Tetapi jika diperoleh penjelasan lain untuk radiasi 3K maka seluruh persoalan dapat dibangkitkan kembali. Selama tahun 1960 an, dari astronomi radio jelas terkesan bahwa densitas ruang galaksi mengemisikan radio lebih jauh jaraknya pada masa lalu daripada masa sekarang. Tampaknya gagasan ini berbeda bahwa alam semesta selalu sama dan rupanya menyimpang dari model Keadaan Tunak.
MODEL OSILASI: Teori Osilasi menduga bahwa alam semesta tidak ada awal dan tidak ada akhirnya. Dalam model Osilasi dikemukakan bahwa sekarang alam semesta tidak konstan, berekspansi yang dimulai dari dentuman besar (Big Bang), kemudian beberapa waktu yang akan datang gravitasi mengatasi efek ekspansi ini sehingga alam semesta mulai mengempis (collapse), akhirnya mencapai titik koalisensi asal dimana temperature dan tekanan tinggi akan memecahkan semua materi kedalam partikel elementer sehingga terjadi dentuman besar baru dan ekspansi mulai lagi.
Alam semesta mungkin telah memulai dalam sebuah dentuman besar (Big Bang), atau mungkin berada dalam keadaan tetap atau dalam keadaan berosilasi. Dalam setiap kasus, alam semesta sekarang ditandai dengan proses ekspansi dan dipenuhi oleh radiasi yang mirip dengan radiasi yang diperkirakan Big Bang. Jarak yang besar diantara galaksi membuat alam semesta hampir kosong, densitas materi di alam semesta secara rata-rata adalah 10-30 gram per centimeter kubik atau dapat dikatakan bahwa alam semesta ditempati satu hidrogen untuk 1.7 meter kubik
Referensi: Ilmu Kebumian dan Antariksa, Prof. Bayong Tjasyono, DEA.
Post a Comment for "Asal Alam Semesta"